Rabu, 18 Maret 2020

Materi Pendidikan Agama Islam Kelas X SMK Tentang Wakaf



A. Pengertian Waqaf
Dalam pengertiannya, kata wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Habs yang berarti menahan dan Al-Man’u yang berarti mencegah. Sehingga arti dari kata wakaf berdasarkan pengertian tersebut adalah menahan dan mencegah untuk dijual, dihadiahkan ataupun diwariskan.
Sedangkan pengertian wakaf berdasarkan istilah Syar’i wakaf merupakan ungkapan yang dapat diartikan sebagai penahan harta milik seseorang kepada orang lain ataupun kepada lembaga – lembaga tertentu dengan cara menyerahkan benda yang sifatnya kekal kepada masyarakat luas untuk diambil manfaatnya.
Secara umum tidak terdapat ayat – ayat Al – Qur’an yang menerangkan konsep wakaf secara jelas, sehingga wakaf dapat diartikan sebagai Infaq fi Sabilillah. Oleh karena itu dasar penentuan yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat – ayat Al – Qur’an yang menjelaskan mengenai Infaq fi Sabilillah.
Diantaranya terdapat pada Surat al – Baqarah ayat 267, Surat Ali Imran ayat 92 dan Surat al – Baqara ayat 261.
Adapun dibawah ini adalah arti dari ketiga surat tersebut yang menjelaskan mengenai Infaq fi Sabilillah sebagai berikut :
1.    Arti Surat al – Baqarah Ayat 267
“Hai orang – orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dar hasil usaha kamu yang baik – baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”
Kandungan yang dimaksud dalam surat al – Baqarah ayat 267 adalah kita sebagai manusia yang beriman hendaklah kita harus menafkahkan sebagian dari harta yang kita miliki dijalan Allah S. W. T, akan tetapi harta yang kita nafkahkan hendaknya adalah harta yang halal (bukan dari hasil mencuri atau dengan cara haram lainnya, karena itu sangat tidak diperbolehkan dalam agama). Sebagian harta yang kita nafkahkan tersebut dijalan Allah S. W. T adalah salah satu upaya kita untuk membalas dari semua hal yang telah diberikan Allah S. W. T dalam kehidupan kita.
2.    Arti Surat Ali Imran Ayat 92
“Kamu sekali – sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.”
Kandungan arti yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 92 adalah kita sebagai umat yang beriman akan sampai kepada sebuah kebajikan yang sangat sempurna apabila kita telah menafkahkan barang yang kita cintai dijalan Allah S. W. T. Karena menafkahkan harta yang sangat kita cintai dalam penerapannya sangat susah sekali untuk dilakukan. Sehingga disalam ayat tersebut sudah dijelaskan bahwa apabila kita bisa menafkahkan berarti kita sudah mendapatkan sebuah kebajikan yang sangat sempurna.
3.    Arti Surat al – Baqarah Ayat 261
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang – orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap – tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Kandungan arti yang terdapat pada surat al – Baqarah ayat 261 adalah apabila seseorang menafkahkan sebagian harta yang dimilikinya secara ikhlas di jalan Allah S. W. T akan dilipatgandakan pahala yang dimilikinya dengan berlipat – lipat.
Sedangkan pada surat ini pahala yang dimliki seseorang yang menafkahkan sebagian hartanya diibaratkan dalam sebuah bulir padi.

B.  Hukum Wakaf
Dalam pelaksanaannya hukum wakaf adalah sunnah. Sehingga tidak wajib dalam pelaksanaannya. Seseorang diperbolehkan mewakafkan hartanya apabila dia mampu dan memiliki harta yang berlebih serta harta tersebut tidak terlalu dibutuhkan, sehingga diwakafkan untuk kepentingan umum dan diwakafkan agar lebih bermanfaat untuk orang lain. Akan tetapi seorang wakif (pemberi wakaf) jika melaksanakan hal tersebut akan mendapatkan sebuah amaliyah sunah jariyah (Shadaqah Jariyah) yang kelak akan selalu mengalir pahalanya walau seorang wakif telah wafat.
Adapun dibawah ini adalah beberapa dalil mengenai ibadah wakaf, sebagai berikut :
1.    Surat Ali Imran Ayat 92
Artinya :
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan , sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah S. W. T Maha Mengetahui.”
(Q. S. Ali Imran 3 :92)
2.    Hadist Rasulullah S. A. W yang Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Artinya :
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W. Bersabda “Apabila seseorang meninggal, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya.”
(H. R. Bukhari dan Muslim)

Dari penjelasan kedua dalil tersebut, para ulama telah sepakat dalam berpendapat bahwa kata Shadaqah Jariyah yang dimaksud ialah sebuah wakaf yang dilakukan oleh seorang Wakif  sesuai dengan tata aturan perwakafan yang ada dan berlaku.

C. Rukun dan Syarat Wakaf
Dalam pelaksanaan wakaf ada sebuah rukun dan syarat wakaf yang harus diikuti dan dilaksanakan. Untuk rukun wakaf sendiri terdiri atas 4 hal yaitu : orang yang mewakafkannya, benda yang diwakafkan, orang yang menerima wakaf dan ikrar yang harus dibaca.
Adapun dibawah ini adalah penjelasan lebih lanjut dari 4 hal yang termasuk dalam rukun wakaf sebagai berikut :
1.    Orang yang melaksanakan wakaf (al – Wakif)
Adapun dibawah ini adalah syarat – syarat dari seorang Wakif yang harus dipenuhi, sebagai berikut :
a) Memiliki penuh harta atas apa yang akan diwakafkan. Artinya orang tersebut merdeka untuk mewakafkan harta yang dimilikinya kepada siapa saja yang dikehendaki.
b) Seorang Wakif haru berakal sehat. Artinya seseorang yang mewakafkan harta yang dimilikinya tidak boleh dalam kondisi gila, bodoh atau mabuk. Apabila orang tersebut ada diantara beberapa syarat yang tidak diperbolehkan (gila, bodoh, mabuk) maka syarat perwakafannya dianggap tidak sah.
c)   Baligh (Sudah Dewasa)
d) Mampu bertindak secara hukum (Rasyid). Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (Muflis) dan orang yang lemah ingatan dianggap tidak sah dalam mewakafkan hartanya.
2.    Benda yang diwakafkan (al – Mauquluf)
Adapun dibawah ini adalah syarat – syarat dari al – Mauquluf yang harus dipenuhi, sebagai berikut :
a)   Barang yang diwakafkan merupakan benda yang berharga.
b)   Harta yang diwakafkan harus diketahui kadarnya dengan baik dan benar. Apabila seseorang tersebut mewakafkan barang yang tidak diketahui jumlahnya (Majhul), maka pengalihan milik dianggap tidak sah.
c)  Harta yang diwakafkan harus berdiri sendiri, dalam artian harta tersebut tidak melekat pada harta yang lain (Mufarrazan) yang sering dikenal dengan istilah gairashai’.
d)  Status kemilikian barang yang akan diwakafkan adalah harus milik orang yang mewakafkannya (Wakif).
3.    Orang yang menerima manfaat wakaf (almauquluf’alaihi)
Dalam penerimaan wakaf dibagi atas 2 bagian yaitu tertentu (Mu’ayyan) dan Tidak Tertentu (Ghaira Mu’ayyan). Penerima wakaf dapat berupa seseorang, sekelompok orang ataupun badan hukum yang diberi amanah untuk mengurus dan menerima barang wakaf tersebut. Barang wakaf sering disebut dengan (Nair).
Adapun dibawah ini adalah penjelasan lebih lajut mengenai klasifikasi orang penerima wakaf, sebagai berikut :
a)   Tertentu (Mu’ayyan)
Mu’ayyan yaitu orang yang menerima wakaf dengan jelas, baik berupa seseorang, dua orang atau lebih bahkan satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Syarat seseorang yang mendapatkan wakaf tertetu ini (al – Mawuq Mu’ayyan) haruslah seseorang yang diperbolehkan memiliki harta (Ahlan li al-Tamlik). Sehingga orang muslim, orang merdeka dan orang kafir zimmi yaitu orang non Muslim yang bersahabat diperbolehkan untuk mendapatkan wakaf tersebut. Sedangkan orang gila, orang bodoh, hamba sahaya termasuk orang yang tidak sah dalam menerima wakaf.
b)   Tidak Tertentu (Ghaira Mu’ayyan)
Ghaira Mu’ayyan yaitu tempat untuk berwakaf tersebut tidak ditentukan secara terperinci. Contohnya seperti untuk seoran fakir, miskin, tempat ibadah dan makam. Syarat – syarat yang berkaitan dengan Ghaira Mu’ayyan adalah orang yang menerima wakaf tersebut dapat menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan yang dapat membuat orang lain lebih mendekatkan diri kepada Allah S. W. T dan tujuannya hanyalah ditunjukkan untuk kepentikan umat Islam saja.
4.    Lafadz wakaf atau Ikrar wakaf (sighat)
Pada dasarnya tidak ada sebuah kalimat – kalimat khusus yang digunakan sebagai lafadz wakaf atau ikrar wakaf yang sering disebut dengan Sighat. Akan tetapi kata – kata tersebut hendaknya merujuk kearah pemberian yang dipertanggungjawabkan.
Adapun syarat – syarat Lafadz Wakaf atau Ikrar Wakaf yang harus diucapkan, sebagai berikut :
a. Ucapan sebuah ikrar wakaf atau lafadz wakaf (Sighat) hendaknya mengandung kata – kata kekalnya (Ta’bid), karena pemberian wakaf dianggap tidak sah apabila ucapan lafadz wakaf tersebut terkandung sebuah batasan waktu tertentu.
b.   Ucapan pada ikrar wakaf tersebut hendaknya segera direalisasikan (Tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan pada syarat – syarat tertentu yang terikat lainnya.
c.    Ucapan Ikrar Wakaf atau Lafadz Wakaf (Sighat) memiliki sifat yang pasti.
d.  Ucapan Ikrar Wakaf atau Lafadz Wakaf (Sighat) tidak diikuti dengan sebuah syarat – syarat yang dapat membatalkan perwakafan tersebut.
 Apabila semua persyaratan Ucapan Ikrar Wakaf atau Lafadz Wakaf (Sighat) tersebut sudah dipenuhi dengan baik dan benar, maka penguasaan atas tanah wakaf bagi sang penerima wakaf dianggap sudah sah. Seorang pemberi wakaf (Wakif) tidak bisa menarik kembali kepemilikan harta tersebut karena sudah berpidah kepada Allah S. W. T. Dan penguasaan harta tersebut telah berpindah kepada seseorang yang menerima wakaf tersebut. Dalam pengertiannya seorang penerima wakaf atau yang sering disebut dengan nair dianggap sebagai pemiliknya tetapi tidak bersifat penuh (Ghairah Tammah). 
D. Hikmah dan Keutamaan Wakaf
Ibadah wakaf memiliki keutamaan yang sangat banyak sekali apabila dilaksanakan dengan baik dan benar serta dapat memenuhi semua yang dipersyaratkan. Tetapi banyak orang yang belum dapat melaksanakan kegiatan wakaf dalam kehidupan sehari - hari. Banyak yang menjadi sebab penghambatnya, salah satunya adalah barang yang diwakafkan berupa barang yang dicintai oleh seorang pewakaf (Wakif), seperti : tanah, rumah, bangunan, gedung atau harta benda lainnya.
Apabila ilmu mengenai wakaf ini selalu dikembangkan dalam kehidupan sehari – hari hingga banyak kaum muslimin yang mengetahui manfaat dan keuntungannya lantas bisa jadi kaum muslim berbondong – bondong untuk berwakaf walaupun itu hal terkecil sekalipun.
Keutamaan dari pelaksanaan wakaf salah satunya adalah amalan yang dilakukannya akan dicatat dan hitung sebagai amalan jariyah yang pahalanya akan terus mengalir walaupun orang yang mewakafkannya telah wafat. Artinya seorang pemberi wakaf akan tetap menerima pahala selama wakafnya dimanfaatkan oleh orang lain dengan baik dan benar.
Adapun beberapa hikmah dari berwakaf yang dijelaskan dalam beberapa dalil yang artinya sebagai berikut :
1.    Melaksanakan Perintah Allah S. W. T Agar Selalu Berbuat Baik
Dalam hikmah tersebut dijelaskan dalam surat Al – Hajj ayat 77. Adapun arti dari surat Al Hajj ayat 77 sebagai berikut :
“Hai orang – orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhamnu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”
(Q. S. Al Hajj : 77)
2.    Memanfaatkan Harta atau Barang yang Dimiliki dalam Tempo Tidak Terbatas
Dalam manfaat berwakaf ini terdapat sebuah hadist yang menyatakannya. Adapun isi dari hadist tersebut adalah
“Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.”
(Al Hadist)
3.    Mengutamakan Kepentingan Umum daripada Kepentingan Pribadi ataupun Golongan
Dalam hal tersebut sesuai dalam kaidah usul fiqih. Adapun isi dari kaidah usul fiqih yang menjelaskan sebagai berikut :
“Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”
(Kaidah Usul Fiqih)

E.  Harta Wakaf dan Pemanfaatan Wakaf
Berdasarkan penjelasan dari Hadist Rasulullah S. A. W dan amal para sahabat – sahabat Rasulullah S. A. W, harta wakaf apabila berupa benda merupakan benda yang tidak habis untuk dipakai dan tidak rusak apabila dimanfaatkan. Harta benda tersebut dapat berupa benda yang bergerak ataupun benda yang tidak bergerak.
Salah satu contoh yang ada adalah ketika Umar bin Khattab R. A mewakafkan sebidang tanah di Khaibar dan Khalid bin Walid R. A mewakafkan pakaian perang dan kuda yang dimilikinya.
Sedangkan pengertian dari Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan yang lama dan memiliki manfaat dalam jangka panjang, selain itu harta wakaf mempunyaii nilai ekonomi menurut Syari’ah.
Harta Benda Wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.
Adapun penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut :
1.    Wakaf Benda Tidak Bergerak
Wakaf benda tidak bergerak harus mencakup hal – hal berikut, diantaranya :
a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan terikat, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b)   Bengunan atau bagian yang berada dan berdiri diatas tanah.
c)   Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2.    Wakaf Benda Bergerak
Wakaf benda bergerak harus mencakup hal – hal berikut, diantaranya :
a) Wakaf berupa bentuk uang yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. dana wakaf ini dapat berupa uang yang dapat diinvestasikan paca aset – aset finansial dan pada aset riil.
b)  Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang memiliki manfaat jangka panjang.
c)   Surat – surat yang berharga.
d)   Kendaraan.
e)   Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat mencakup berupa hak cipta, hak paten, merek dan design produk industri.
f)     Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.

F.  Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf
Secara makro, wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat. Orang – orang yangperlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, pasar, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan. Akan tetapi tidak dalam bentuk pinjaman tetapi murni sedekah dijalan Allah S. W. T. Dari kondisi tersebut akan memperingan sebuah beban ekonomi masyarakat yang ada. Dampaknya dari hal tersebut akan melahirkan sebuah ekonomi masyarakat dengan biaya yang murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan zakat.
Adapun tiga hal tersebut sebagai berikut :
1.    Pertama, manajemennya harus dalam bingkai Proyek yang terintegrasi.
2.    Kedua, azaz kesejahteraan Nair.
3.    Ketiga, azaz transparansi dan akuntabilitas dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana laporannya kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing – masing pos biaya.
4.    Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syari’ah.
5.    Wakaf dilaksanakan tanpa adanya batas waktu tertentu yang terikat.
6.    Wakif mempunyaii sebuah kebebasan memilih tujuan – tujuan sebagaimana yang diperkenalkan oleh syari’ah.
7.    Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya kkeuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan – tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
8.    Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan – tujuan yang telah ia tentukan.

G. Landasan Pelaksanaan Perwakafan di Indonesia
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang diangkat oleh seorang Presiden Republik Indonesia yang sedang menjabat sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M tahun 2007, yang ditetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai amanah Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Perwakafan di Indonesia diatur dalam :
1. Undang – Undang republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf padatanggal 27 Oktober 2004.
2.  Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksanaan No. 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik.
3.    Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pedaftaran Tanah Mengenai Pewakafan Tanah Milik.
5.   Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, khususnya pasal 5, 14 (1) dan 49 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik.
6. Intruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 4 tahun 1990 tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
7. Badan Pertahanan Nasional No. 630.1-2782 tentang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.
8. Surat Keputusan Direktorat BI No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang terdapat dalam Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi :
“Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya yang menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan.”
9.    Surat Keputusan Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Pengkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah yang terdapat dalam Pasal 28 yang berbunyi :
“BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya yang menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan.”

H.   Tata Cara Perwakafan Tanah
Adapun tata cara perwakafan tanah dapat diuraikan sebagai berikut :
1.  Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan surat – surat. Surat – surat tersebut dapat berupa : sertifikat dan surat keterangan kepada PPAIW.
3.    PPAIW meneliti surat – surat yang diberikan dan syarat – syaratnya dalam memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah.
4.  Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, seorang wakif mengikrarkan wakaf dengan jelasm tegas dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
5.   PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama akta yang baik.

I.     Sertifikasi Tanah Wakaf
Dalam pelaksanaan praktik di Indonesia, masih sering ditemui sebuah tanah wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan dengan tujuan untuk pelaksanaan penertiban adminidtrasi dan kepastian hak sengketa apabila terjadi sebuah sengketa atau masalah hukum yang sedang terjadi.
Sertifikasi tanah wakaf dapat dilakukan dengan bersama oleh Kementrian Agama dan badan Pertahanan Nasional (BPN).
Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
Pada saat proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Kementrian Agama.

J.    Rusilag Tanah wakaf
Nadzir wajib untuk mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf.
Perubahan dan peralihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat dilakukan hal – hal tertetu saja dan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pemerintah setempat dengan alasan :
1. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan seorang wakif.
2.    Karena untuk kepentingan umum.
Sengketa wakaf dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilaksanakan melalui cara mediasi, abitrase atau pengadilan.

K.    Syarat, Kewajiban dan Hak Nadzir
Adapun dibawah ini adalah syarat – syarat seorang nadzir sebagai berikut :
1.    Merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
2.    Beragama Islam.
3.    Dewasa.
4.    Amanah.
5.    Mampu secara jasmani dan rohani.
6.    Tidak terhalang untuk melaksanakan perbuatan hukum.

Organisasi atau Badan Hukum yang bisa menjadi nazhir harus memenuhi persyaratan – persyaratan tertentu.
Adapun dibwah ini adalah persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut :
1. Pengurus Organisasi atau Badan Hukum yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan nazhir peseorangan sebagaimana yang telah disebutkan.
2. Organisasi atau Badan Hukum tersebut bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan atau keagamaan Islam.
3. Badan Hukum tersebut dibentuk sesuai dengan peraturan – peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia.

Dibawah ini adalah kewajiban dan Tugas seorang nazhir sebagai berikut :
1.    Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.
3.    Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4.    Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Dalam melaksanakan tugas tersebut, seorang Nazhir memiliki hak – hak yang didapatkannya sebagai berikut :
1.   Menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
2. Menggunakan fasilitas dengan persetujuan Kepala kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota.






Kerusakan Minyak

Kerusakan Minyak Pemakaian minyak yang berulang kali dapat menyebabkan adanya perubahan pada minyak, hal tersebut ditandai dengan penampakan...