A. Pengertian Waqaf
Dalam
pengertiannya, kata wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Habs yang berarti menahan dan Al-Man’u yang berarti mencegah. Sehingga arti dari kata wakaf
berdasarkan pengertian tersebut adalah menahan dan mencegah untuk dijual,
dihadiahkan ataupun diwariskan.
Sedangkan
pengertian wakaf berdasarkan istilah Syar’i
wakaf merupakan ungkapan yang dapat diartikan sebagai penahan harta milik
seseorang kepada orang lain ataupun kepada lembaga – lembaga tertentu dengan
cara menyerahkan benda yang sifatnya kekal kepada masyarakat luas untuk diambil
manfaatnya.
Secara
umum tidak terdapat ayat – ayat Al – Qur’an yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas, sehingga wakaf dapat diartikan sebagai Infaq fi Sabilillah. Oleh karena itu dasar penentuan yang digunakan
para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat –
ayat Al – Qur’an yang menjelaskan mengenai Infaq
fi Sabilillah.
Diantaranya
terdapat pada Surat al – Baqarah ayat 267, Surat Ali Imran ayat 92 dan Surat al
– Baqara ayat 261.
Adapun
dibawah ini adalah arti dari ketiga surat tersebut yang menjelaskan mengenai Infaq fi Sabilillah sebagai berikut :
1. Arti Surat al – Baqarah Ayat
267
“Hai
orang – orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dar hasil
usaha kamu yang baik – baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu.”
Kandungan
yang dimaksud dalam surat al – Baqarah ayat 267 adalah kita sebagai manusia
yang beriman hendaklah kita harus menafkahkan sebagian dari harta yang kita
miliki dijalan Allah S. W. T, akan tetapi harta yang kita nafkahkan hendaknya
adalah harta yang halal (bukan dari hasil mencuri atau dengan cara haram
lainnya, karena itu sangat tidak diperbolehkan dalam agama). Sebagian harta
yang kita nafkahkan tersebut dijalan Allah S. W. T adalah salah satu upaya kita
untuk membalas dari semua hal yang telah diberikan Allah S. W. T dalam kehidupan
kita.
2. Arti Surat Ali Imran Ayat 92
“Kamu
sekali – sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.”
Kandungan
arti yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 92 adalah kita sebagai umat yang
beriman akan sampai kepada sebuah kebajikan yang sangat sempurna apabila kita
telah menafkahkan barang yang kita cintai dijalan Allah S. W. T. Karena
menafkahkan harta yang sangat kita cintai dalam penerapannya sangat susah
sekali untuk dilakukan. Sehingga disalam ayat tersebut sudah dijelaskan bahwa
apabila kita bisa menafkahkan berarti kita sudah mendapatkan sebuah kebajikan
yang sangat sempurna.
3. Arti Surat al – Baqarah Ayat
261
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang – orang yang menafkahkan hartanya dijalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada
tiap – tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Kandungan
arti yang terdapat pada surat al – Baqarah ayat 261 adalah apabila seseorang
menafkahkan sebagian harta yang dimilikinya secara ikhlas di jalan Allah S. W.
T akan dilipatgandakan pahala yang dimilikinya dengan berlipat – lipat.
Sedangkan
pada surat ini pahala yang dimliki seseorang yang menafkahkan sebagian hartanya
diibaratkan dalam sebuah bulir padi.
B. Hukum Wakaf
Dalam
pelaksanaannya hukum wakaf adalah sunnah. Sehingga tidak wajib dalam
pelaksanaannya. Seseorang diperbolehkan mewakafkan hartanya apabila dia mampu
dan memiliki harta yang berlebih serta harta tersebut tidak terlalu dibutuhkan,
sehingga diwakafkan untuk kepentingan umum dan diwakafkan agar lebih bermanfaat
untuk orang lain. Akan tetapi seorang wakif
(pemberi wakaf) jika melaksanakan hal tersebut akan mendapatkan sebuah
amaliyah sunah jariyah (Shadaqah Jariyah)
yang kelak akan selalu mengalir pahalanya walau seorang wakif telah wafat.
Adapun
dibawah ini adalah beberapa dalil mengenai ibadah wakaf, sebagai berikut :
1. Surat Ali Imran Ayat 92
Artinya
:
“Kamu
tidak akan memperoleh kebajikan , sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah S.
W. T Maha Mengetahui.”
(Q.
S. Ali Imran 3 :92)
2. Hadist Rasulullah S. A. W
yang Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Artinya
:
“Dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W. Bersabda “Apabila seseorang meninggal,
maka amalannya terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya.”
(H.
R. Bukhari dan Muslim)
Dari
penjelasan kedua dalil tersebut, para ulama telah sepakat dalam berpendapat
bahwa kata Shadaqah Jariyah yang
dimaksud ialah sebuah wakaf yang dilakukan oleh seorang Wakif sesuai dengan tata
aturan perwakafan yang ada dan berlaku.
C. Rukun dan Syarat Wakaf
Dalam
pelaksanaan wakaf ada sebuah rukun dan syarat wakaf yang harus diikuti dan
dilaksanakan. Untuk rukun wakaf sendiri terdiri atas 4 hal yaitu : orang yang
mewakafkannya, benda yang diwakafkan, orang yang menerima wakaf dan ikrar yang
harus dibaca.
Adapun
dibawah ini adalah penjelasan lebih lanjut dari 4 hal yang termasuk dalam rukun
wakaf sebagai berikut :
1. Orang yang melaksanakan wakaf
(al – Wakif)
Adapun dibawah ini adalah syarat –
syarat dari seorang Wakif yang harus
dipenuhi, sebagai berikut :
a) Memiliki penuh harta atas apa
yang akan diwakafkan. Artinya orang tersebut merdeka untuk mewakafkan harta
yang dimilikinya kepada siapa saja yang dikehendaki.
b) Seorang Wakif haru berakal sehat. Artinya seseorang yang mewakafkan harta
yang dimilikinya tidak boleh dalam kondisi gila, bodoh atau mabuk. Apabila
orang tersebut ada diantara beberapa syarat yang tidak diperbolehkan (gila,
bodoh, mabuk) maka syarat perwakafannya dianggap tidak sah.
c)
Baligh (Sudah Dewasa)
d) Mampu bertindak secara hukum (Rasyid). Orang bodoh, orang yang sedang
bangkrut (Muflis) dan orang yang
lemah ingatan dianggap tidak sah dalam mewakafkan hartanya.
2. Benda yang diwakafkan (al – Mauquluf)
Adapun dibawah ini adalah syarat –
syarat dari al – Mauquluf yang harus
dipenuhi, sebagai berikut :
a)
Barang yang diwakafkan
merupakan benda yang berharga.
b)
Harta yang diwakafkan harus
diketahui kadarnya dengan baik dan benar. Apabila seseorang tersebut mewakafkan
barang yang tidak diketahui jumlahnya (Majhul),
maka pengalihan milik dianggap tidak sah.
c) Harta yang diwakafkan harus
berdiri sendiri, dalam artian harta tersebut tidak melekat pada harta yang lain
(Mufarrazan) yang sering dikenal
dengan istilah gairashai’.
d) Status kemilikian barang yang
akan diwakafkan adalah harus milik orang yang mewakafkannya (Wakif).
3. Orang yang menerima manfaat
wakaf (almauquluf’alaihi)
Dalam
penerimaan wakaf dibagi atas 2 bagian yaitu tertentu (Mu’ayyan) dan Tidak Tertentu (Ghaira
Mu’ayyan). Penerima wakaf dapat berupa seseorang, sekelompok orang ataupun
badan hukum yang diberi amanah untuk mengurus dan menerima barang wakaf
tersebut. Barang wakaf sering disebut dengan (Nair).
Adapun
dibawah ini adalah penjelasan lebih lajut mengenai klasifikasi orang penerima
wakaf, sebagai berikut :
a) Tertentu (Mu’ayyan)
Mu’ayyan
yaitu orang yang menerima wakaf dengan jelas,
baik berupa seseorang, dua orang atau lebih bahkan satu kumpulan yang semuanya
tertentu dan tidak boleh dirubah. Syarat seseorang yang mendapatkan wakaf
tertetu ini (al – Mawuq Mu’ayyan)
haruslah seseorang yang diperbolehkan memiliki harta (Ahlan li al-Tamlik). Sehingga orang muslim, orang merdeka dan
orang kafir zimmi yaitu orang non Muslim yang bersahabat diperbolehkan untuk
mendapatkan wakaf tersebut. Sedangkan orang gila, orang bodoh, hamba sahaya
termasuk orang yang tidak sah dalam menerima wakaf.
b) Tidak Tertentu (Ghaira Mu’ayyan)
Ghaira
Mu’ayyan yaitu tempat untuk berwakaf tersebut
tidak ditentukan secara terperinci. Contohnya seperti untuk seoran fakir,
miskin, tempat ibadah dan makam. Syarat – syarat yang berkaitan dengan Ghaira Mu’ayyan adalah orang yang
menerima wakaf tersebut dapat menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan yang
dapat membuat orang lain lebih mendekatkan diri kepada Allah S. W. T dan
tujuannya hanyalah ditunjukkan untuk kepentikan umat Islam saja.
4. Lafadz wakaf atau Ikrar wakaf
(sighat)
Pada
dasarnya tidak ada sebuah kalimat – kalimat khusus yang digunakan sebagai
lafadz wakaf atau ikrar wakaf yang sering disebut dengan Sighat. Akan tetapi kata – kata tersebut hendaknya merujuk kearah
pemberian yang dipertanggungjawabkan.
Adapun
syarat – syarat Lafadz Wakaf atau Ikrar Wakaf yang harus diucapkan, sebagai
berikut :
a. Ucapan sebuah ikrar wakaf
atau lafadz wakaf (Sighat) hendaknya
mengandung kata – kata kekalnya (Ta’bid),
karena pemberian wakaf dianggap tidak sah apabila ucapan lafadz wakaf
tersebut terkandung sebuah batasan waktu tertentu.
b.
Ucapan pada ikrar wakaf
tersebut hendaknya segera direalisasikan (Tanjiz),
tanpa disangkutkan atau digantungkan pada syarat – syarat tertentu yang
terikat lainnya.
c.
Ucapan Ikrar Wakaf atau
Lafadz Wakaf (Sighat) memiliki sifat
yang pasti.
d. Ucapan Ikrar Wakaf atau
Lafadz Wakaf (Sighat) tidak diikuti
dengan sebuah syarat – syarat yang dapat membatalkan perwakafan tersebut.
D. Hikmah dan Keutamaan Wakaf
Ibadah
wakaf memiliki keutamaan yang sangat banyak sekali apabila dilaksanakan dengan
baik dan benar serta dapat memenuhi semua yang dipersyaratkan. Tetapi banyak
orang yang belum dapat melaksanakan kegiatan wakaf dalam kehidupan sehari -
hari. Banyak yang menjadi sebab penghambatnya, salah satunya adalah barang yang
diwakafkan berupa barang yang dicintai oleh seorang pewakaf (Wakif), seperti : tanah, rumah,
bangunan, gedung atau harta benda lainnya.
Apabila
ilmu mengenai wakaf ini selalu dikembangkan dalam kehidupan sehari – hari
hingga banyak kaum muslimin yang mengetahui manfaat dan keuntungannya lantas
bisa jadi kaum muslim berbondong – bondong untuk berwakaf walaupun itu hal
terkecil sekalipun.
Keutamaan
dari pelaksanaan wakaf salah satunya adalah amalan yang dilakukannya akan
dicatat dan hitung sebagai amalan jariyah yang pahalanya akan terus mengalir
walaupun orang yang mewakafkannya telah wafat. Artinya seorang pemberi wakaf
akan tetap menerima pahala selama wakafnya dimanfaatkan oleh orang lain dengan
baik dan benar.
Adapun
beberapa hikmah dari berwakaf yang dijelaskan dalam beberapa dalil yang artinya
sebagai berikut :
1. Melaksanakan Perintah Allah
S. W. T Agar Selalu Berbuat Baik
Dalam hikmah tersebut dijelaskan
dalam surat Al – Hajj ayat 77. Adapun arti dari surat Al Hajj ayat 77 sebagai
berikut :
“Hai
orang – orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhamnu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”
(Q.
S. Al Hajj : 77)
2. Memanfaatkan Harta atau
Barang yang Dimiliki dalam Tempo Tidak Terbatas
Dalam manfaat berwakaf ini terdapat
sebuah hadist yang menyatakannya. Adapun isi dari hadist tersebut adalah
“Barangsiapa
yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia
dari golonganku.”
(Al
Hadist)
3. Mengutamakan Kepentingan Umum
daripada Kepentingan Pribadi ataupun Golongan
Dalam hal tersebut sesuai dalam
kaidah usul fiqih. Adapun isi dari kaidah usul fiqih yang menjelaskan sebagai
berikut :
“Kemaslahatan
umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”
(Kaidah
Usul Fiqih)
E. Harta Wakaf dan Pemanfaatan
Wakaf
Berdasarkan
penjelasan dari Hadist Rasulullah S. A. W dan amal para sahabat – sahabat
Rasulullah S. A. W, harta wakaf apabila berupa benda merupakan benda yang tidak
habis untuk dipakai dan tidak rusak apabila dimanfaatkan. Harta benda tersebut
dapat berupa benda yang bergerak ataupun benda yang tidak bergerak.
Salah satu
contoh yang ada adalah ketika Umar bin Khattab R. A mewakafkan sebidang tanah
di Khaibar dan Khalid bin Walid R. A mewakafkan pakaian perang dan kuda yang
dimilikinya.
Sedangkan
pengertian dari Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
yang lama dan memiliki manfaat dalam jangka panjang, selain itu harta wakaf
mempunyaii nilai ekonomi menurut Syari’ah.
Harta
Benda Wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.
Adapun penjelasan lebih lanjutnya
sebagai berikut :
1. Wakaf Benda Tidak Bergerak
Wakaf benda tidak bergerak harus
mencakup hal – hal berikut, diantaranya :
a) Hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan terikat, baik yang
sudah maupun yang belum terdaftar.
b)
Bengunan atau bagian yang
berada dan berdiri diatas tanah.
c)
Tanaman dan benda lain yang
berkaitan dengan tanah.
d) Hak milik atas satuan rumah
susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2. Wakaf Benda Bergerak
Wakaf benda bergerak harus mencakup
hal – hal berikut, diantaranya :
a) Wakaf berupa bentuk uang yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. dana
wakaf ini dapat berupa uang yang dapat diinvestasikan paca aset – aset
finansial dan pada aset riil.
b) Logam mulia, yaitu logam dan
batu mulia yang memiliki manfaat jangka panjang.
c)
Surat – surat yang berharga.
d)
Kendaraan.
e)
Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI). Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat mencakup berupa hak cipta,
hak paten, merek dan design produk industri.
f)
Hak sewa seperti wakaf
bangunan dalam bentuk rumah.
F. Prinsip – Prinsip Pengelolaan
Wakaf
Secara
makro, wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat.
Orang – orang yangperlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti
masjid, rumah sakit, pasar, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat
diberikan. Akan tetapi tidak dalam bentuk pinjaman tetapi murni sedekah dijalan
Allah S. W. T. Dari kondisi tersebut akan memperingan sebuah beban ekonomi
masyarakat yang ada. Dampaknya dari hal tersebut akan melahirkan sebuah ekonomi
masyarakat dengan biaya yang murah.
Menurut
Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan
ketika hendak memberdayakan zakat.
Adapun tiga hal tersebut sebagai
berikut :
1.
Pertama, manajemennya harus
dalam bingkai Proyek yang terintegrasi.
2.
Kedua, azaz kesejahteraan Nair.
3.
Ketiga, azaz transparansi dan
akuntabilitas dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan
setiap tahun tentang proses pengelolaan dana laporannya kepada umat dalam
bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing – masing pos
biaya.
4.
Seluruh harta benda wakaf
harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan
syari’ah.
5.
Wakaf dilaksanakan tanpa
adanya batas waktu tertentu yang terikat.
6.
Wakif mempunyaii sebuah
kebebasan memilih tujuan – tujuan sebagaimana yang diperkenalkan oleh syari’ah.
7.
Jumlah harta wakaf tetap utuh
dan hanya kkeuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan – tujuan yang
telah ditentukan oleh wakif.
8.
Wakif dapat meminta
keseluruhan keuntungannya untuk tujuan – tujuan yang telah ia tentukan.
G. Landasan Pelaksanaan
Perwakafan di Indonesia
Dalam
rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia (BWI) yang diangkat oleh seorang Presiden Republik Indonesia
yang sedang menjabat sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M tahun
2007, yang ditetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai amanah Undang – Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Perwakafan di Indonesia diatur dalam
:
1. Undang – Undang republik
Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf padatanggal 27 Oktober 2004.
2. Peraturan Menteri Agama No. 1
Tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksanaan No. 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan
Tanah Milik.
3.
Inpres No. 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam.
4. Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pedaftaran Tanah Mengenai Pewakafan
Tanah Milik.
5. Undang – Undang No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, khususnya pasal 5, 14 (1)
dan 49 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik.
6. Intruksi Bersama Menteri
Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 4 tahun 1990
tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
7. Badan Pertahanan Nasional No.
630.1-2782 tentang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.
8. Surat Keputusan Direktorat BI
No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang terdapat
dalam Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi :
“Bank
dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya yang
menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman
kebajikan.”
9. Surat
Keputusan Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Pengkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah yang terdapat dalam Pasal 28 yang berbunyi :
“BPRS
dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya yang
menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman
kebajikan.”
H. Tata Cara Perwakafan Tanah
Adapun tata cara perwakafan tanah
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Perorangan atau badan hukum
yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2. Calon wakif sebelum
mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan surat – surat. Surat –
surat tersebut dapat berupa : sertifikat dan surat keterangan kepada PPAIW.
3.
PPAIW meneliti surat – surat
yang diberikan dan syarat – syaratnya dalam memenuhi untuk pelepasan hak atas
tanah.
4. Dihadapan PPAIW dan dua orang
saksi, seorang wakif mengikrarkan wakaf dengan jelasm tegas dan dalam bentuk
tertulis. Apabila tidak menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secara
tertulis dengan persetujuan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
5. PPAIW segera membuat akta
ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama
akta yang baik.
I. Sertifikasi Tanah Wakaf
Dalam
pelaksanaan praktik di Indonesia, masih sering ditemui sebuah tanah wakaf yang
tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan dengan tujuan untuk
pelaksanaan penertiban adminidtrasi dan kepastian hak sengketa apabila terjadi
sebuah sengketa atau masalah hukum yang sedang terjadi.
Sertifikasi
tanah wakaf dapat dilakukan dengan bersama oleh Kementrian Agama dan badan
Pertahanan Nasional (BPN).
Pada tahun
2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat keputusan Bersama Menteri Agama dan
Kepala BPN No. 422 tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
Pada saat
proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Kementrian Agama.
J. Rusilag Tanah wakaf
Nadzir
wajib untuk mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat
mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan
wakaf.
Perubahan
dan peralihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat dilakukan hal –
hal tertetu saja dan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pemerintah
setempat dengan alasan :
1. Karena tidak sesuai lagi
dengan tujuan wakaf yang diikrarkan seorang wakif.
2.
Karena untuk kepentingan
umum.
Sengketa
wakaf dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah
tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilaksanakan melalui cara mediasi,
abitrase atau pengadilan.
K.
Syarat,
Kewajiban dan Hak Nadzir
Adapun dibawah ini adalah syarat –
syarat seorang nadzir sebagai berikut :
1.
Merupakan Warga Negara
Indonesia (WNI).
2.
Beragama Islam.
3.
Dewasa.
4.
Amanah.
5.
Mampu secara jasmani dan
rohani.
6.
Tidak terhalang untuk melaksanakan
perbuatan hukum.
Organisasi atau Badan Hukum yang
bisa menjadi nazhir harus memenuhi persyaratan – persyaratan tertentu.
Adapun dibwah ini adalah persyaratan
– persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut :
1. Pengurus Organisasi atau
Badan Hukum yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan nazhir peseorangan
sebagaimana yang telah disebutkan.
2. Organisasi atau Badan Hukum
tersebut bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan atau keagamaan
Islam.
3. Badan Hukum tersebut dibentuk
sesuai dengan peraturan – peraturan perundang – undangan yang berlaku di
Indonesia.
Dibawah ini adalah kewajiban dan
Tugas seorang nazhir sebagai berikut :
1.
Melakukan pengadministrasian
harta benda wakaf.
2. Mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.
3.
Mengawasi dan melindungi
harta benda wakaf.
4.
Melaporkan pelaksanaan tugas
kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Dalam melaksanakan tugas tersebut,
seorang Nazhir memiliki hak – hak yang didapatkannya sebagai berikut :
1. Menerima imbalan dari hasil
bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak
melebihi 10%.
2. Menggunakan fasilitas dengan
persetujuan Kepala kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar