Bentuk – Bentuk Partisipasi Politik
Foto Samuel Hungtington
Dalam
pembagian bentuk – bentuk partisipasi politik, Samuel Hungtington dan John
Nelson membagi menjadi 5 bentuk partisipasi politik. Adapun ke-5 bentuk
partisipasi politik sebagai berikut :
a. Kegiatan Pemilihan
Bentuk
partisipasi politik pada kegiatan pemilihan dapat dilakukan dengan cara
pemberian suara pada pemilihan umum, mencari dana untuk partai yang didukung,
menjadi tim penyelenggara kegiatan pemilihan umum atau tim sukses dari pasangan
calon dan mencari dukungan sebanyak – banyaknya untuk mendukung calon yang
didukung dalam pemilihan umum dengan cara yang baik dan tidak memaksa.
b. Lobby
Pengertian
lobby dalam bentuk partisipasi politik adalah upaya yang dilakukan oleh
perorangan atau sekelompok untuk menghubungi pimpinan politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan tentang suatu isu.
c. Kegiatan Organisasi
Kegiatan
organisasi adalah kegiatan partisipasi individu dalam berorganisasi baik selaku
anggota atau pimpinan guna untuk mempengaruhi dari keputusan yang dibuat oleh
pemerintah.
d. Contating
Pengertian
dari contating adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh individu atau kelompok
dalam membangun jaringan – jaringan dengan pejabat pemerintah untuk
mempengaruhi keputusan dari pihak yang mengusulkan.
e. Tindakan Kekerasan (Violence)
Tindakan
kekerasan atau yang lebih dikenal dengan violence yaitu tindakan yang dilakukan
oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara fisik atau dapat berupa harta benda yang dimiliki.
Contoh
tindakan kekerasan yang dimaksud seperti :
1) Huru – hara
2) Kudeta
3) Teror
4) Revolusi
5) Pemberontakan
Foto Gabriel A. Almond
Gabriel
A. Almond telah dapat mengungkapkan secara garis besar mengenai partisipasi
politik yang pernah digunakan dibeberapa negara didunia. Dalam pengungkapannya
Gabriel A. Almond membagi menjadi 2 bagian yaitu partisipasi konvensional dan
nonkonvensional. Adapun dibawah ini pembahasan lebih lanjut mengenai partisipasi
konvensional dan nonkonvensional sebagai berikut :
1. Konvensional
Dalam
penjelasannya Gabriel A. Almond mengungkapkan bahwa partisipasi konvensional
sebagai bentuk partisipasi politik yang dianggap umum dan dilaksanakan pada
demokrasi modern.
Adapun
dibawah ini adalah contoh dari partisipasi konvensional sebagai berikut :
a. Pemberian
suara.
b. Kegiatan
kampanye.
c. Bergabung
dalam kelompok berkepentingan.
d. Menjalankan
komunikasi individual dengan para pejabat politik atau pejabat administrasi.
2. Nonkonvensional
Gabriel
A. Almond mendefinisikan partisipasi nonkonvensional merupakan partisipasi
kebalikan dari bentuk partisipasi konvensional, yaitu bentuk partisipasi
politik yang dianggap tidak umum yang berlangsung di demokrasi modern.
Adapun
dibawah ini adalah contoh dari partisipasi nonkonvensional sebagai berikut :
a. Demonstrasi.
b. Konfrontasi.
c. Mogok.
d. Tindak
kekerasan.
e. Perusakan.
f. Pembakaran.
g. Penculikan.
h. Pembunuhan.
i.
Peperangan.
j.
Revolusi.
k. Teror.
l.
Fitnah.
Dari
kelima bentuk partisipasi yang dibagi oleh Samuel Hungtington dan John Nelson
telah menjadi sebuah bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Akan
tetapi, klasifikasi partisipasi politik yang dibagi oleh Samuel Hungtington dan
John Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk –
bentuk partisipasi politik seperti kegiatan berdiskusi politik, menikmati
berita tentang politik dan hal lainnya yang berlangsung didalam skala subjektif
individu.
Oleh
karena itu Thomas M. Magstad menjelaskan dan menyebutkan partisipasi politik
dengan lebih lanjut. Adapun pembagian partisipasi politik menurut Thomas M.
Magstad sebagai berikut :
1. Opini Publik
Opini
publik yang kuat dapat mendorong para leglislator ataupun para eksekutif
politik untuk mengubah pandangan pihak leglislator dan eksekutif dalam isu yang
ada.
Opini
publik ini sangat berperan dalam hal- hal berpartisipasi selanjutnya.
2. Polling
Polling
adalah suatu upaya pengukuran mengenai opini publik dengan beberapa pengaruh –
pengaruh yang ada. Melalui polling partisipasi politik seorang warganegaranya
menemui manifestasinya.
Didalam
polling inilah terdapat beberapa konsep yang menjadi bagiannya. Adapun
penjelasan konsep – konsep tersebut sebagai berikut :
a. Straw Polis
Straw
polis adalah sebuah survey yang tidak ilmiah karena bersifat sederhana, murah
dan amat terbuka dengan adanya penyalahgunaan atau manupulasi. Pada survey ini
dianggap sangat tidak ilmiah karena tidak mempertimbangkan representasi
populasi yang menjadi responden poling yang bersifat serampangan dan terkadang
hanya menggunakan sampel tertentu dari populasi.
b. Random Sampling
Random
sampling adalah metode poling yang melibatkan canvassing atas populasi secara
acak yang disarankan jumlah minimal untuk satu poling adalah 1500 orang apabila
populasi yang diambil dari pendapatannya yang besar dengan sifat lintas –
segmen seperti uisa ras, agama, orientasi politik, pendidikan dan faktor
pendukung lainnya. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling yang
berguna untuk menentukan responden poling yang diadakan akibat munculnya
keterbatasan untuk melakukan random sampling.
c. Exit Poling
Exit
poling adalah poling yang memungkinkan kepada jaringan stasiun – stasiun
televisi untuk memprediksi pemenang suatu pemilihan umum secara segera setelah
pemungutan suara telah usai yang dilakukan dengan mensurvei TPS – TPS tertentu.
d. Tracking Polls
Tracking
Polls adalah poling yang dilakukan atas responden yang sama dalam suatu periode
kampanya. Tujuannya agar dapat mengidentifikasi peralihan sentimen pemilih atas
suatu calon, partai dan isu. Selain itu polling ini bermanfaat untuk
memperbaiki kinerja kampanye calon, kampanye parpol dan kinerja pemerintahan.
3. Pemilihan Umum
Pada
saat pemilihan umum berlangsung sangat erat hubungannya dengan poling yang
paling lengkap karena mewajibkan seluruh warga negara benar – benar memiliki
hak pilih pada saat kegiatan pemilu dilaksanakan.
4. Demokrasi Langsung
Demokrasi
langsung adalah suatu situasi dimana pemilih sekaligus menjadi seorang
leglislator. Dalam pelaksanaan demokrasi lansung terdiri atas 2 bagian yaitu
Plebisit dan Referendum. Adapun penjelasan kedua hal tersebut agar lebih lanjut
sebagai berikut :
a. Plebisit
Adalah
pengambilan suara yang dilakukan oleh seluruh komunitas atas kebijakan publik
dalam masalah tertentu.
Contohnya
adalah kasus kenaikan BBM saat parlemen mengalami deadlock dengan eksekutif.
b. Referendum
Adalah
pemberian suara dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang – undang.
Contohnya
adalah UU mengenai Otonomi Daerah apakah perlu untuk direvisi atau tidak.
5. Dimensi Subjektif Individu
Dimensi
subjektif adalah serangkaian faktor psikologis yang berpengaruh dlam keputusan
seseorang untuk terlibat dalam partisipasi politik. Faktor – faktor yang
mempengaruhi dimensi subjektif diantaranya Political Disaffection dan Political
Efficacy. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Political Disaffection
Merupakan
sebuah istilah yang mengacu pada perilaku dan persaan negatif individu atau
kelompok terhadap suatu sistem politik. Penyebab utama dari Political
Disaffection ini dihipotesiskan adalah media massa dan televisi yang diangkat
dari kajian Michael J. Robinson pada tahun 1970-an yang mempopulerkan istilah
Videomalaise.
b. Political Efficacy
Merupakan
sebuah istilah yang engacu kepada perasaan bahwa tindakan politik seseorang
dapat memiliki dampak terhadap proses – proses politik. Keterlibatan individu
atau kelompok dalam partisipasi politik ini tidak bersifat pasti atau permanen
melainkan dapat berubah – ubah.
Adapun
dibawah ini adalah pernyataan sehubungan dengan masalah Political Efficacy
sebagai berikut :
1) “Saya
berfikir bahwa para pejabat itu tidak cukup peduli dengan apa yang saya
pikirkan.”
2) “Ikut
mencoblos pada pemilu adalah satu – satunya cara bagaimana orang seperti saya
bisa berkata sesuatu tentang bagaimana pemerintah itu bertindak.”
3) “Orang
seperti saya tidak bisa berbicara apa – apa tentang bagaimana pemerintah itu
sebaiknya.”
4) “Kadang
masalah politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh orang
seperti saya.”
Dari
hal tersebut dapat membuktikan bahwa Political Efficacy terbagi atas 2 bagian
yaitu Eksternal Political Efficacy dan Internal Political Efficacy.
Adapun
penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Eksternal Political Efficacy
Pada
Eksternal Political Efficacy pernyataan – pernyataan yang diberikan ditunjukkan
kepada sistem politik, pemerintahan dan negara yang ditunjukkan oleh pernyataan
nomor 1 dan 3. Untuk stabilitas politik Eksternal Political Efficacy terlihat
lebih tinggi dari lawannya.
2. Internal Political Efficacy
Pada
Internal Political Efficacy kemampuan politik dirasakan didalam diri individu
yang diwakili oleh pernyataan yang terdapat pada nomor 2 dan 4. Untuk
stabilitas politik Internal Political Efficacy terlihat lebih rendah daripada
lawannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar