Jumat, 05 Juli 2019

Corak Kehidupan dan Hasil - Hasil Budaya Masa Praaksara di Indonesia

Corak Kehidupan dan Hasil – Hasil Budaya Pada Masa Praaksara di Indonesia

Keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia telah berlangsung sejak masa praaksara. Masa praaksara adalah masa yang berlangsung disaat catatan tertulis belum ditemukan. Meskipun masyarakat masa praaksara belum mengenal aksara, bukan berarti masyarakat pada masa praaksara tidak berbudaya.
Secara garis besar masa praaksara ini terjadi sejak alam semesta terbentuk hingga manusia mulai dapat menemukan sebuah catatan – catatan tertulis. Masa praaksara terbagi menjadi 4 zaman yaitu zaman Paleotikum (zaman batu tua), zaman mesolitikum (zaman batu tengah), zaman Neolitikum (zaman batu muda) dan zaman Megalitikum (zaman bebatuan besar). Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai sejarah perkembangan masa praaksara sebagai berikut.
1.  Zaman Paleotikum

Zaman paleotikum adalah zaman pertama kali dalam perkembangan pada masa praaksara. Zaman paleotikum ini sering disebut dengan zaman batu tua. Zaman ini berada pada massa berburu dan meramu pada tingkat sederhana. Pada zaman paleotikum terdapat 5 manusia pendukung yang telah hidup dan melakukan kehidupan sehari – hari. Adapun 5 manusia pendukung yang telah hidup pada masa paleotikum sebagai berikut :
a.   Meganthropus Paleojavanicus
    
Manusia praaksara tertua yang terdapat dimuka bumi ini yaitu manusia berjenis Meganthropus Paleojavanicus. Manusia jenis ini ditemukan didaerah Sangiran, Jawa Tengah oleh arkeolog yang bernama Von Koeningswald dan Marks pada lapisan Pleistosen Bawah.
Ciri – ciri manusia jenis ini sebagai berikut :
1)   Hidup sekitar 2 juta hingga 1 juta tahun yang lalu.
2)   Memiliki badan yang tegap dan rahang yang kuat.
3)   Memiliki tonjolan dibagian kening dan tonjolan belakang yang kuat.
4)   Tidak memiliki bagian dagu.
5)   Masih mengumpulkan makanan.
6)   Memakan beberapa jenis tumbuhan dan umbi – umbian.
b.   Pithecantropus Erectus

Manusia praaksara jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois di sekitar daerah Trinil, jawa Timur. Manusia berjenis Pithecantropus Erectus ditemukan pada lapisan Pleistosen bagian Tengah. Sebelum melakukan pengamatan didaerah Trinil, Jawa Timur arkeolog yang bernama Eugene Dubois mengawali penyelidikannya pada manusia jenis ini di Desa Kedung Brubus, yaitu desa terpencil didaerah Pilang Kenceng, Madiun, Jawa Timur.
Adapun ciri – ciri pada manusia praaksara jenis Pithecantropus Erectus sebagai berikut :
1)   Hidup sekitar 1 juta samapa 700. 000 tahun yang lalu.
2)   Memiliki tinggi badan sekitar 165 – 170 cm.
3)   Memiliki berat badan mencapai 100 kg.
4)   Memiliki volume otak kurang lebih sebesar 900 CC.
5)   Memiliki badan yang tegap serta tengkuk yang besar dan kuat.
6)   Memiliki kening dan tonjolan belakang yang tebal.
7)   Makanan sudah mulai diolah serta sudah dapat mengkonsumsi daging.
c.   Homo
Homo memiliki arti berupa manusia. manusia jenis ini merupakan manusia yang lebih maju dibandingkan dengan manusia purba jenis lain. Selain itu manusia jenis ini merupakan manusia praaksara yang memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi.
Adapun ciri – cirinya sebagai berikut :
1)   Memiliki berat badan sekitar 30 – 150 kg.
2)   Memiliki volume otak lebih dari 1. 350 CC.
3)   Alat yang digunakan untuk kehidupan sehari – harinya berasal dari batu dan tulang.
4)   Dapat berjalan dengan kondisi badan yang tegak.
5)   Memiliki muka dan hidung yang lebar.
6)   Memiliki mulut yang masih menonjol.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa manusia jenis ini yang hidup pada zaman paleotikum, diantaranya : Homo Wajakensis, Homo Soloensis dan Homo Florosiensis. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa manusia jenis ini sebagai berikut :
1)   Homo Wajakensis

Manusia jenis ini ditemukan oleh Von Rietschoten yang kemudian diselidiki oleh Eugene Dubois didaerah Wajak, Tulungangung pada tahun 1889. Sehingga Homo Wajakensis sering disebut dengan manusia dari Wajak. Homo Wajakensis ini berasal dari lapisan Pleistosen dibagian Atas.
2)   Homo Soloensis

Manusia jenis ini ditemukan dilapisan Pleistosen Atas disaat ahli geologi Belanda yang bernama C. Ter Haar menemukan lapisan tanah disaerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur bersama dengan Ir. Oppenoorth ditahun 1931 sampai 1932. Pada saat melakukan penyelidikan mereka menemukan 11 tengkorak fosil Homo Soloensis yang kemudian dilakukan penyelidikan oleh Von Koeningswald dan Weidenreich. Berdasarkan keadaannya, manusia jenis Homo Soloensis saat dilakukan penyeidikan bukan lagi berupa kera melaikan berupa manusia utuh.
Adapun ciri – ciri dari Homo Wajakensis sebagai berikut :
a)   Memiliki volume otak antara 1. 000 – 1. 200 CC.
b)   Memiliki tinggi badan antara 130 sampai 210 Cm.
c)   Otot tengkuk yang mengalami penyusutan.
d)   Memiliki muka yang tidak lagi menonjol kebagian depan.
e)   Bertubuh tegak dan dapat berjalan dengan lebih sempurna.
3)   Homo Floroensis

Manusia jenis ini ditemukan didaerah Liang Bua, Manggarai, Pulau Flores pada tahun 2003. Manusia berjenis Homo Floroensis memiliki tinggi maksimal yang dimiliki yaitu sekitar 106 cm dengan volume otak 380 CC, oleh karena itu manusia jenis ini dapat diartikan sebagai manusia bertubuh pendek atau yang sering dikena dengan hobbit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa arkeolog manusia berjenis Homo Floroensis diperkirakan punah sekitar 50. 000 tahun yang lalu.

Corak kehidupan dari zaman paleotikum atau zaman batu tua yaitu bersifat nomaden atau berpindah – pindah, manusia pada jenis ini berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makanan berupa tumbuhan liar dan kerang ditepi sungai, sehingga dalam berpindah manusia yang hidup pada zaman ini selalu mecari tempat disekitar lembah atau sungai karena lebih mudah untuk mencari bahan makanan yang dibutuhkan. Dalam melakukan kegiatan berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain manusia jenis membentuk suatu kelompok – kelompok kecil yang beranggotakan sekitar 30 – 50 orang disetiap kelompoknya, dalam berinteraksi manusia yang hidup pada zaman paleotikum meggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti oleh anggota kelompoknya dalam berkomunikasi dikehidupan sehari – hari. Hubungan silaturahmi yang dilakukan antar anggota juga terjalan dengan sangat erat dan saling mengayomi satu sama lain. Untuk populasi pertumbuhan kehidupan pada zaman paleotikum masih sangatlah rendah sekali. Pada zaman ini juga manusia sudah dapat mengenal dan menggunakan perhiasan – perhiasan primitif tetapi belum mengenal pembuatan gerabah.

Corak kehidupan ekonomi masyarakat pada zaman paleotikum yaitu bersifat food gathering yaitu sangat bergantung pada alam, sehingga manusia jenis ini belum dapat mengolah jenis makanan yang dibutuhkan. Karena manusia yang hidup pada zaman ini sangat bergantung pada alam dilakukanlah proses nomaden dari satu tempat ketempat yang lain apabila kondisi alam tempat tinggal sementara sudah rusak atau tidak dapat diharapkan lagi. Karena tujuan dari kegiatan nomaden adalah mencari tempat baru yang dianggap dapat memenuhi kegiatan sehari – harinya.

Hasil kebudayaan pada zaman paleotikum ini yaitu hasil kebudayaan Ngandong dan hasil kebudayaan Pacitan. Adapun penjelasan lebih lanut mengenai hasil kebudayaan masyarakat pada zaman Paleotikum sebagai berikut :
a.   Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan ini ditemukan disekitar daerah Ngandong, Jawa Tengah. Contoh dari hasil kebudayaan Ngandong ini diantaranya : Flakes.
b.   Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini ditemukan didaerah Pacitan Jawa timur. Contoh dari hasil kebudayaan Pacitan ini diantaranya yaitu : Kapak Perimbas, Alat Penetah dan Alat Serpih.
Ciri – ciri alat yang digunakan pada zaman paleotikum ini masih sangat sederhana dan bersifat kasar apabila digunakan untuk memotong makanan yang dikumpulkannya. Selain iu pada zaman ini juga sangat jarang ditemukan kegiatan masak –memasak yang dilakukan oleh manusia pendukung yang hidup dimasa ini dikarenakan masih sangat bergantung pada alam (food gathering) dan dikarenakan masayarakat pada zaman ini belum dapat membuat dan menemukan gerabah sehingga tidak dihasilkan alat – alat memasak yang dapat digunakan.

Selain itu terdapat beberapa hasil kebudayaan pada masa paleotikum diantaranya sebagai berikut :
1)  Kapak Perimbas, merupakan kapak yang dihasilkan dari kebudayaan Homo Erectus. Kapak ini digunakan dengan cara digenggam karena tidak memiliki tangkai. Cara pembuatan kapak perimbas ini sangatlah kasar dan tidak mengalami perubahan pada waktu yang lama. Ciri utama pada kapak perimbas ini adalah terdapat bagian yang tajam disalah satu ujungnya.

2) Kapak Penetak, bentuk dari kapak penetak ini sama seperti kapak perimbas. Fungsi dari kapak penetak ini adalah untuk membelah kayu, pohon dan bambu. Kapak penetak ini dapat ditemukan hampir diseluruh bagian di wilayah Indonesia. Pada bagian tajam di kapak penetak ini memiliki bentu yang berliku – liku. Meskipun memiliki beberapa kesamaan dengan kapak perimbas, kapak penetak ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan kapak perimbas.


3)  Pahat Genggam, bentuk dari alat ini berupa pesergi panjang. Dibagian tajaman pahat genggam disiapkan melalui penyerpihan terjal pada permukaan atas menuju pinggiran batu. Pahat genggam dibuat dari kalsedon dan fosil kayu dengan ukuran sedang dan kecil. Ukuran dari pahat genggam ini lebih kecil dibandingkan dengan kapak genggam. Berdasarkan penafsiran dari beberapa ahli fungsi dari pahat genggam adalah untuk menggemburkan tanah dalam mencari umbi yang dapat dimakan.

4)  Alat – Alat dari tulang, bagian tulang yang biasanya digunakan sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari – hari adalah pada bagian tanduk dan bagian kaki. Fungsi dari alat – alat yang terbuat dari tulang antara lain yaitu untuk mengorek umbi – umbian yang berasal dari tanah dan mengerat daging binatang hasil buruan. Tanduk atau tulang yang dikaitkan pada kayu dapat berfungsi sebagai tombak untuk melakukan perburuan pada binatang atau digunakan untuk mengangkap ikan.


Pada zaman paleotikum ini tidak dikenal adanya Tuhan, sehingga manusia pada jenis ini tidak melakukan kegiatan keagamaan dalam kehidupan sehari – harinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kerusakan Minyak

Kerusakan Minyak Pemakaian minyak yang berulang kali dapat menyebabkan adanya perubahan pada minyak, hal tersebut ditandai dengan penampakan...